Selasa, 10 Juli 2012

sintaksis: RAGAM KALIMAT DALAM TATA BAHASA BAKU

       I.            PEMBAHASAN
Ragam kalimat dalam tata bahasa baku ini membahas berbagai macam dan bentuk sebuah kalimat. Secara umum pembagian kalimat dapat dibedakan atas dua pembagian, yaitu:
1.      Pembagian kalimat berdasarkan maknanya.
Berdasarkan maknanya, kalimat dapat dibagi atas:
a.       Kalimat berita
Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu kepada pembaca atau pendengar. Dalam Keraf menyatakan bahwa kalimat beirta dapat disampaikan dengan dua cara:
1)      Ucapan langsung
Contoh :
                                                                    i.            Ia mengatakan, “Saya tak mau membayar utang itu”.
                                                                  ii.            “Jangan membuang sampah sembarangan,” kata satpam yang gagah itu.
2)      Ucapan tidak langsung
Contoh :
                                                                    i.            Ayah membawa oleh-oleh dari Jakarta.
                                                                  ii.            Saya bertemu dengan dia di depan kampus.
b.      Kalimat perintah
Kalimat perintah sering disebut juga dengan kalimat imperative. Kalimat perintah isinya memberikan perintah kepada pembaca atau pendengar untuk melakukan sesuatu. Dalam bahasa tulis kalimat perintah bisa menggunakan tanda seru atau tanda titik, sedangkan dalam bahasa lisan kalimat perintah diakhiri dengan nada agak tinggi atau naik.
Contoh :
1)      Usirlah anjing itu!
2)      Coba ambilkan saya buku itu!
c.       Kalimat Tanya
Kalimat tanya merupakan kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang kepada pendengar atau pembaca. Kalimat ini sering juga disebut dengan kalimat interogatif.
Contoh :
1)      Siapa penjual buah itu?
2)      Sejak kapan dia pulang?
d.      Kalimat seru
Kalimat seru juga disebut juga dengan kalimat interjektif. Kalimat interjektif adalah kalimat yang mengungkapkan perasaan kagum.
Contoh :
1)      Alangkah indahnya pemandangan itu.
2)      Bukan main ramainya acara itu.
e.       Kalimat emfantik
Kalimat emfantik adalah kalimat yang memberikan penegasan khusus. Penegasan dalam kalimat ini dapat dilakukan dengan:
1)      Menambahkan partikel –lah pada subjek.
2)      Menambahkan kata yang di belakang subjek.
Contoh :
1)      Penyanyi itulah yang lemah lembut.
2)      Cuaca hari inilah yang cerah.
2.      Pembagian kalimat berdasarkan strukturnya.
Berdasarkan srukturnya, kalimat dapat dibedakan atas:
a.       Kalimat tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Konstituen setiap unsur kalimat sepert subjek dan predikat hanya satu dan merupakan satu kesatuan. Alwi dalam Sukini menyatakan, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek yang hanya terdiri atas subjek dan predikat, tetapi juga dapat panjang dengan hadirnya unsur manasuka, seperti objek, pelengkap, dan keterangan.
1)      Kalimat tunggal berpredikat nomina.
Dua nomina atau dua frase nominal yang berdampingan dapat membentuk sebuah kalimat asal syarat untuk subjek dan predikat terpenuhi.
Contoh :
a)      Orang itu bapak saya.
b)      Orang itulah bapak saya.
c)      Orang itu adalah bapak saya.
2)      Kalimat tunggal berpredikat ajektiva.
Kalimat tunggal yang berpredikat ajektiva atau frase ajektival ini dinamakan juga kalimat statif. Kalimat statif sering memiliki struktur yang sama dengan kalimat ekuatif, yakni terdiri atas S dan P saja. Predikat dalam kalimat statif sering diikuti oleh frase lain, yang dinamakan pelengkap.
Contoh :
a)      Ibu saya memasak sayur.
b)      Toni berani melawan ayahnya.
3)      Kalimat tunggal berpredikat verba.
Berdasarkan penggolongan verba, kalimat tunggal yang berpredikat verba atau frase verbal dapat digolongkan menjadi empat golongan.
a)      Kalimat taktransitif
Kalimat taktransitif adalah kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap.
Contoh :
                                                                                i.            Pak RT telah pergi.
                                                                              ii.            Nasinya sudah matang.
b)      Kalimat ekatransitif
Kalimat ekatransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba ekatransitif. Semua verba ekatransitif memiliki makna dasar perbuatan. Verba kalimat ini adalah verba yang berprefiks meN-.
Contoh :
                                                                                i.            Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran.
                                                                              ii.            Presiden merestui pembentukan panitia pelaksana lebaran.
c)      Kalimat dwitransitif
Kalimat dwitransitif adalah kalimat yang predikatnya verba dwitransitif. Verba merupakan verba yang secara semantis mengungkapkan tiga maujud. Dalam bentuk aktif, maujud itu masing-masing merupakan subjek, objek, dan pelengkap.
Contoh :
                                                                                i.            Toni sedang membelikan kakaknya hadiah.
                                                                              ii.            Pak Guru memberikan kesempatan kepada tamunya.
d)     Kalimat semitransitif
Verba semitransitif adalah verba yang dapat diikuti nomina, tetapi kehadiran nomina itu tidak wajib. Kalimat semitransitif adalah kalimat yang predikatnya verba semitransitif.
Contoh :
                                                                                i.            Di sana kamu akan sering kehujanan salju.
4)      Kalimat tunggal yang berpredikat dengan frase lain.
Frase lain yang dapat menduduki fungsi predikat diantaranya frase preposisional dan frase numerial.
a)      Frase preposisional
Contoh : Datangnya dari Bandung.
b)      Frase numerial
Contoh : Masuknya pukul Sembilan.
b.      Kalimat majemuk
Kalimat majemuk adalah susunan beberapa kalimat yang dalam hubungan kalimat-kalimat yang banyak itu amat rapat hubungan isinya, sedangkan hubungan yang rapat itu ternyata pula pada cara menyusun kalimat-kalimat itu, sehingga sekaliannya itu bersama-sama boleh dianggap menjadi sebuah kalimat baru. Dalam Sukini menyatakan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.
1)      Kalimat majemuk setara dan bertingkat
Dalam Sukini menyatakan kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang kedudukan klausa-klausa pembentuknya bersifat sejajar atau setara, sedangkan kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang salah satu klausanya bergantung pada klausa yang lain. Berdasarkan sifatnya, ada dua jenis hubungan klausa, yaitu hubungan koordinasi dan hubungan subordinasi. Dengan hubungan koordinasi digabungkan antara klausa yang satu dengan klausa yang lain yang masing-masing mempunyai kedudukan yang sama dalam struktur konstituen kalimat dengan menghasilkan satuan yang sama kedudukannya. Subordinasi menghubungkan dua klausa yang tidak mempunyai kedudukan yang sama dalam struktur konstituennya. Jika sebuah klausa berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain, hubungan yang terdapat diantara kedua klausa itu disebut subordinasi.

Minggu, 08 Juli 2012

couple





KAJIAN NOVEL DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM FIKSI INDONESIA MODERN

A.    JUDUL
DIMENSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM FIKSI INDONESIA MODERN
B.     IDENTITAS BUKU
1.      Judul buku                        : Dimensi Sosial Keagamaan dalam Fiksi Indonesia Modern
2.      Pengarang buku    : Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M. Hum
3.      Judul novel            : Keluarga Permana
4.      Pengarang novel    : Ramadhan K. H
5.      Penerbit                 : SmartMedia, Solo
6.      Tahun                    : 2010
7.      Tebal buku            : XI +237hlm.: 15,5 cm
8.      Halaman buku       : 227
9.      Harga buku           : Rp. 40.000,00
C.     GARIS BESAR ISI BUKU
Dekade 1970-an merupakan masa perkembangan baru dalam kesusasteraan Indonesia yang membawa perubahan penting di tengah kehidupan masyarakat. Perkembangan itu tidak terlepas dari situasi Indonesia pasca 1965 terutama memasuki dekade 1970-an, sastrawan Indonesia seolah-olah memperoleh kebebasan yang lebih luas. Hal itu terbukti dengan banyaknya novel yang terbit dan bersedar serta menjadi konsumsi masyarakat modern Indonesia yang menggemari sastra terutama sejak dekade 1970-an.
Karya sastra merupakan salah satu alternatife dalam rangka pembangunan kepribadian dan budaya masyarakat yang berkaitan erat dengan latar belakang struktural sebuah masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat global yang serba ketidakpastian dan masa depan yang tidak teramalkan, kita harus dapat menghadapinya dengan bijak, tanpa kehilangan arah atau bahkan menjadi terasing, tanpa kehilangan rasa sopan santun kita, identitas kepribadian kita, rasionalitas kita, dan sumber-sumber inspirasi kita yang selama ini kita pandang luhur bahkan adiluhung. Mengkaji karya sastra akan membantu kita menangkap makna yang terkandung dalam pengalaman pengarang yang disampaikan melalui para tokoh imajinatifnya.
Novel merupakan salah satu genre sastra di samping cerita pendek, puisi, dan drama. Novel adalah cerita atau rekaan, disebut juga teks naratif, atau wacana naratif. Unsur-unsur pembangun novel itu secara konvensional dibagi atas unsur intrinsic dan unsure ekstrinsik. Unsure intrinsic adalah unsure yang secara langsung turut membangun karya sastra itu. Sedangkan unsure ekstrinsik adalah unsure-unsur yang berda di luar karya sastra itu, secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra itu.
Secara garis besar, novel KP karya Ramadhan K.H. merupakan salah satu novel yang fenomenal sekaligus kontroversional. Fenomenal karena KP mengupas masalah-masalah yang khas Indonesia sejak zaman kemerdekaan hingga kini yakni hubungan antarumat beragama. Sedangkan kontroversional karena novel ini lahir pada saat masyarakat Indonesia yang pluralistik dan multiagama sedang diramaikan oleh berbagai masalah keagamaan dan kerukunan antarumat beragama.
Masalah pertama yang menjadi sorotan tajam dalam Keluarga Permana adalah perkawinan campuran antara gadis Islam dengan pemuda Khatolik. Nilai-nilai yang menarik dalam peristiwa perkawinan campuran adalah bahwa terlepas dari pemaksaan hak kebebasan beragama oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, ternyata Keluarga Permana begitu cermat menyajikan persoalan lain diseputar perpindahan agama itu. Selain itu juga terdapat nilaik menarik lainnya, yaitu upacara pemakaman jenazah yang dilaksanakan secara Khatolik yang berlangsung ditengah keluarga dan masyarakat muslim.
Keluarga Permana menyajikan nuansa keagamaan yang jarang ditemukan dalam karya lain. Selain itu Keluarga Permana juga memberikan pandangan betapa manusia pada umumnya sering bertindak bodoh, tidak berpikir panjang, hanya terdorong emosi demi tujuan keduniaan. Ada juga nilai yang tak terkalah pentingnya dalam Keluarga Permana yaitu krisis ketakwaan sebagai sumber terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.nilai lain dalam Keluarga Permana yang menarik adalah pentingnya agama dalam kehidupan manusia. Berbagai peristiwa yang terjadi dalam Keluarga Permana yang dialami oleh para tokoh berkaitan dengan peran agama sebagai pegangan manusia dalam menempuh kehidupannya.
Dimensi sosial keagamaan dalam Keluarga Permana, meliputi:
1.      Perpindahan keagamaan sebagai sumber konflik sosial(perkawinan campuran Islam-Khatolik, upacara pembaptisan, dan upacara pemakaman jenazah yang meresahkan).
2.      Pengembangan agama pada umat beragama.
3.      Krisis ketakwaan sebagai sumber masalah sosial (korupsi dan mempercaya diri, penyalahgunaan jabatan, dan dekadensi moral remaja dan kawin paksa versi modern.
4.      Zina dan aborsi: fenomena pelanggaran etik sosial dan agama.
5.      Peran agama dalam rumah tangga dan perilaku anak.
6.      Iman sebagai pengendali diri.
7.      Agama sebagai pedoman meraih kebahagiaan.
D.    KAJIAN STRUKTUR NOVEL KELUARGA PERMANA
1.      Struktur naratif
Novel Keluarga Permana ini dianalisis dalam struktur naratif, penokohan, dan latar. Analisis struktur naratif berusaha mengemukakan kembali teks KP dengan menampilkan urutan sekuen. Analisis stuktur naratif ini dibagi atas dua bagian, urutan tekstual dan kronologis. Uratan tekstual dilakukan mengingat bahwa dalam karya sastra, informasi yang sama akan berubah artinya, jika urutan dalam ujaran berubah. Sedangkan urutan kronologis digunakan untuk memisahkjan antara waktu masa kini dengan masa lalu. Urutan kronologis diperoleh setelah ditentukan sekuen. Serangkaian sekuen itu menunjukan urutan wacana mendukung penentuan urutan kronologis yang sling berkaitan erat. Di bawah ini adalah urutan wacana dalam novel Keluarga Permana, yaitu:
a.       Meninggalnya Ida.
b.      Perpisahan upacara pemakaman jenazah Ida.
c.       Permana dan Saleha mengenang kehidupan Ida ketika remaja.
d.      Kehidupan remaja Ida yang menderita akibat kekejaman permana.
e.       Permana sering bertindak kejam kepada istri dan anaknya.
f.       Permana kecewa dan menyasali nasibnya yang sial.
g.      Sumarto menumpang (indekos) di rumah permana.
h.      Sumarto menjalin cinta dengan Ida.
i.        Ida mulai jatuh cinta kepada Sumarto.
j.        Sumarto dan Ida mulai berani berhubungan cukup jauh.
k.      Perman curiga atas hubungan itim Sumarto dengan Ida.
l.        Permana mengusir Sumarto (dengan halus) dari rumahnya.
m.    Ida hamil hasil hubunganya dengan Sumarto.
n.      Permana dan Saleha sedih mengetahui Ida hamil pranikah.
o.      Perman dan saleha sepakat untuk mengugurkan kandungan Ida.
p.      Kandungan ida gugur akibat minum cairan dari dukun.
q.      Ida mengalami komplikasi sehingga kandungannya dioperasi.
r.        Sumarto menyesal Ida hamil akibat perbuatanya.
s.       Pastur Murdiono menyarankan Sumarto segera mengawini Ida.
t.        Sumarto mencari tahu keadaan Ida.
u.      Sumarto mengancam perbuatan Permana lewat surat kaleng.
v.      Ida sangat lemah fisik dan psikis setelah dioperasi.
w.    Permana merasa lega setelah Ida keluar dari rumah sakit.
x.      Sumarto menemui Ida dan berniat untuk mengawininya.
y.      Ida ingin segera kawin dengan Sumarto.
z.       Permana dengan berat hati menyetujui perkawinan mereka.
aa.   Ida dibaptis menjadi katolik sebagai syarat perkawinanya.
bb.  Perkawianan Ida-Sumarto (katolik) menimbulkan konflik.
cc.   Mang Ibrahim marah dan kecewa melihat perkawinan itu.
dd. Ida dan Sumarto meninggalkan keluarga Permana ke jatiwangi.
ee.   Upaacara pemakaman jenazah Ida secara katolik.
ff.    Saifudin berusaha menenangkan Saleha mengenai nasib Ida.
gg.  Permana setress berat dan akhirnya terganggu juwanya, gila.
2.      Penokohan
Penokohan atau kehadiran tokoh dalam suatu cerita dapat diliahat dari cara analisis, cara dramatic dan kombinasi keduanya. Dalam pembagiannya tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh pendamping. Kehadiran tokoh-tokoh dalam KP dilakulkan dengan cara kombinsi analitik dan dramatik. Berikut paparan analissi tokoh-tokoh dalam KP.
a.       Farida (Ida)
Farida merupakan tokoh utama, yang mempunyai sifat yang mulia, baik patuh terhadap orangtua, pendiam, cekatan dalam berkerja, penyanyang, lugu, miskin wawasan dan pengalaman bergaul. Tokoh ini merupakan tokoh yang sentral, dimana paling banyak mengalami konflik yang terjadi dalam Keluarga Permana. Farida ini mengalami kejadian yang suram. Dia mengalami hamil diluar nikah, dengan terpaksa dia harus menggugurkan kandungannya, dan harus berpindah agama karena dinikahi oleh tokoh Sumarto yang berbeda agama dengan Farida.
b.      Sumarto
Sumarto mempunyai sifat yang ramah, sopan, berani, sembrono, kaya pengalaman, romantis. Kesembronoannya Sumarto melakukan kesalahan yang menimbulkan konflik dalam Keluarga Permana dimana Dia menghamili Farida. Tokoh ini merupakan tokoh sentral yang antagonis.
c.       Permana
Tokoh KP yang juga berperan langsung jalannya cerita KP adalah Permana. Deskripsi psikologis tokoh ini cukup menonjol. Latar belakang psikologis ini dimunculkan pada perubahan sikap dan sifat saat Permana mangalami pemecatan dari perkerjaannya karena tuduhan soal korupsi. Pada awalnya Permana mempunyai sifat yang baik, tidak kejam, sabar, suka bergembira, dan pandai mengibur istri serta anaknya. Sifat yang baik itu berubah setelah Permana menerima kenyataan bahwa Ia dipecat dari pekerjaannya. Hal ini membuat Permana frustasi dan terpukul terhadap keadaan. Sifat peman menjadi pemarah, kasar, kejam, tidak lagi jadi penyabar, dan pencemburu.
d.      Saleha
Saleha merupakan istri dari Permana, kehadirannya dalam KP sangat penting guna mendampingi Permana. Sifat Saleha di KP didiskripsikan baik, istri yang setia, taat, sabar, tabah menghadapi cobaan, dan patuh kepada suaminya.
e.       Mang Ibrahim
Tokoh ini adalah tokoh yang kontroversi dalam Keluarga Permana. Tokoh ini mempunyai peran penting dalam mengangkat tema cerita lewat kepribadiannya yang teguh, keras, dan pandangan agamanya yang radikal. Dia dilkukiskan sebagai tokoh tua yang taat beragama, berpandangan Islam yang radikal, bergaris keras, dan tegas dalam prinsip agama.
f.       Saifudin
Kehadiran tokoh ini sebagai tokoh pendamping Mang Ibrahim. Sebagai pendamping Mang Ibrahim dalam hal-hal mengungkap dimensi sosial keagamaan, maka kemudian tokoh ini agaknya untuk memberikan kontras dengan pengetahuan keagamaanya yang cukup tua. Justru dengan usianya yang masih muda itu Saifudin digunakan untuk menunujukan, bahwa dalam hal ilmu pengetahuan termasuk ilmu dan wawasan agama, usian tidak merupakan patokan.
g.      Pastur Murdiono
Tokoh ini juga berperan penting dalam mengembangka cerita Keluarga Permana. Jika Mang Ibrahim dan Saifudin merupakan dua tokoh pemuka agama Islam, maka Murdiono merupakan pemuka agama Katolik. Kehadiran tokoh ini merupakan perimbang sekaligus antagonis bagi Mang Ibrahim dan Saifudin. Murdiono dilukiskan memiliki sifat ramah, lemah lembut, dan pandai meneduhkan hati dan pikiran orang lain.
Di samping tokoh-tokoh tersebut, beberapa tokoh lain yang tidak dibicarakan seperti Nenek Tati, Nenek Lengkong, Surono, Sutarmi, Komariah, dan dr. Sudomo. Melalui analisis tokoh di atas dapat dikemukakan ada dua pihak tokoh yang berfungsi dalam Keluarga Permana. Pihak pertama adalah Farida dan Permana sebagai tokoh protagonis, sedangkan pihak kedua adalah Sumarto sebagai tokoh antagonis. Ketiga tokoh itu merupakan tokoh sentral dalam Keluarga Permana. Adapun tokoh lain yakni Saleha, Mang Ibrahim, Saifudin, dan Pastur Murdiono merupakan tokoh pendamping atau tokoh bawahan.
3.      Latar
Menurut Moody dalam Al-Ma’ruf (2010: 107) menyatakan bahwa latar sebagai tempat, sejarah, sosial, kadang-kadang pengalaman politik atau latar belakang cerita itu terjadi. Sedangkan menurut Parkamin dan Bari dalam Al-Ma’ruf (2010: 107) juga menyatakan latar adalah penempatan mengenai waktu dan tempat termasuk lingkunganya. Latar dideskripsikan dalam karya sastra menjadi tiga yakni latar tempat, waktu, dan sosial (Abrams dalam Al-Ma’ruf, 2010: 108). Selain latar dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu:
a.       Aspek unsur ruang
Pada umumnya sebuah novel menyiratkan atau menyuratkan suatu tempat. Latar tempat dalam Keluarga Permana dilukiskan cukup jelas. Hal ini untuk mendukung gagasan-gagasan mengenai dimensi sosial keagamaan berkaitan dengan penokohan berserta lingkungan sosial budayanya. Secara keseluruhan cerita terjadi di wilayah Jawa Barat, tepatnya di Bandung dan daerah sekitarnya termasuk Jatiwangi dan Ciateul. Kuburan Pandu juga merupakan latar tempat yang di tempat penguburan tokoh Farida. Selain itu Yogyakarta digunakan sebagai ilustrasi mengenai latar belakang masa kecil tokoh tertentu (Sumarto).
b.      Aspek unsur waktu
Dalam novel Keluarga Permana, waktu tidak dilukiskan secara eksplisit mengenai kapan terjadinya peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya.
c.       Aspek unsur sosial
Persoalan pokok Keluarga Permana adalah dimensi sosial keagamaan khususnya benturan sosial dalam kehidupan antarumat beragama. Oleh karena itu sangat mudah dimengerti jika latar sosial Keluarga Permana lebih terasa menonjol. Mengamati latar sosial dalam Keluarga Permana, maka semakin tampaklah bahwa pengarangnya adalah sastrawan sekaligus pengamat sosial yang jeli memandang fenomena sosial yang berkembang dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.
E.     GAGASAN DALAM NOVEL KELUARGA PERMANA DENGAN TINJAUAN SEMIOTIK
Berdasarkan analisis makna dengan pendekatan semiotic dan interteks dapat disimpulkan bahwa novel Keluarga Permana mengumgkapkan dimensi sosial keagamaan sebagai gagasan utama dalam alur cerita yang kompleks namun tetap lancar. Makna dimensi sosial keagamaan dalam Keluarga Perman adalah perpindahan agama dapat menimbulkan berbagai konflik sosial. Perpindahan agama seseorang dari satu agama ke agama lain dapat memicu konflik sosial dalam lingkungan masyarakat yang multiagama karena hal itu dapat menyinggung perasaan keagamaan keagamaan kelompok dan lingkungannya. Konflik yang terjadi antar umat ini juga dapat memecahkan kesatuan dan persatuan bangsa yang akhir-akhir ini sedang mengalami krisis nasionalisme sebagai salah satu akibat adanya krisis politik, ekonomi, dan krisis kewibawaan pemerintah.
Dalam peristiwa perpindahan agama itu, terlihat adanya usaha pengembangan agama pada umat yang sudah beragama yang tidak dibenarkan. Pengembangan agama pada umat yang sudah beragama demikian bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di samping bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Apalagi berhubungan dengan pernikahan lintas agama, dimana dalam pernikahan merupakan pemaksaan karena gadisnya dalam keadaan hamil akibat hubungan seks diluar pernikahan dengan pemuda yang lain agama.
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam meraih kebahagiaan. Hanya dengan takwa, yang merupakan inti ajaran agama, yang hakikatnya berupa imam dan amal shalih, manusia akan dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Dengan takwa kepada Tuhan dalam makan hakiki pula manusia akan dapat menghadapi berbagai rintangan hidup dan godaan hawa nafsu serta dapat bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi berbagai ujian hidup dengan dzikir dan tawakkal, mengingat dan berserah diri kepada-Nya.
Selanjutnya yang lenih berperan sebagai latar adalah krisis ketakwaan sebagai sumber terjadinya masalah sosial. Adanya krisis ketakwaan di kalangan masyarakat merupakan penyebab timbulnya berbagai masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Implikasi dari gagasan ini antara lain bahwa timbulnya tindak korupsi dan memperkaya diri, penyalahgunaan jabatan, disharmonis rumah tangga, dan dekadensi moral serta ‘kawin paksa’, lebih disebabkan oleh adanya krisis ketakwaan pada masyarakat, meskipun faktor sosial ekonomi juga turut mendukung terjadinya hal itu.
F.      KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
1.      Keunggulan
Buku ini sangat bagus, karena buku ini mengkaji sebuah novel yang berlatar belakang tentang masalah sosial. Masalah sosial yang sering terjadi didalam kehidupan masyarakat kita pada umumnya. Dalam novel ini memunculkan masalah sosial tentang perkawinan lintas agama serta proses penguburan yang berbeda aliran dan tata caranya. Permasalah ini sering terjadi dalam kehidupan masyarakat, sehingga pengarang Keluarga Permana ini menceritakan permasalahan sosial itu guna menjadi pelajaran untuk masyarakat pada umumnya. Diceritakan dalam novel Keluarga Permana ini bahwa perpindahan agama itu dilarang, baik peraturan perundang-undangan dan juga dalam aturan agama itu sendiri. Selain tentang perpindahan agama, Keluarga Permana ini juga memunculkan koflik tentang proses pemakaman yang berbeda aliran, antara agama Islam dan Katolik. Dalam cerita Keluarga Permana ini dapat dijadikan sebuah pelajaran hidup masyarakat.
2.      Kelemahan
Kekurangan buku ini terletak pada penyajiannya. Buku ini disajikan dengan menggunakan pemilihan kalimat yang sulit untuk dipahami. Pembaca dituntut untuk membaca berulang-ulang, meski sudah dibaca berkali-kali terkadang masih sulit untuk memahami buku ini. Pembaca juga mengalami kebingungan dalam memahami buku ini, karena disusun begitu rumit dalam penyusunan buku ini.
G.    KRITIK DAN SARAN
1.      Kritik
Dalam penyusunan buku ini masih menggunakan pemilihan kalimat yang sulit dipahami oleh pembaca. Pembaca disini dituntut untuk membaca berkali-kali dan membaca dengan cermat untuk memahami isi dari buku ini. Meski  sudah berkali- kali membaca terkadang masih sulit untuk memahami isi buku ini. Sehingga agar pembaca lebih mudah memahami buku ini sebaiknya menggunakan pilihan kalimat yang mudah dipahami.
2.      Saran
Buku ini sudah berisi materi yang bgus dan dapat dijadikan pelajaran untuk kehidupan masyarakat. Namun, dalam penyajiannya masih perlu dikaji kembali. Hal yang paling mendasar untuk dikaji adalah penggunakan kalimat yang maih sulit dipahami oleh pembaca. Seharusnya menggunakan kalimat yang mudah dipahami oleh setiap pembaca baik yang sudah dewasa maupun masih anak-anak.